Langsung ke konten utama

Rancangan untuk Membuat Saya Menjadi Bersemangat Lagi

 Bosan adalah hal yang wajar menurut saya. Apalagi ketika bosan melakukan hal yang sama secara terus menerus. Padahal kegiatan itu penting untuk dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama. Seperti Latihan fisik agar badan kita kekar. Atau membaca buku untuk mendapatkan suatu insight. Bangun pagi setiap hari agar tidak telat pergi kerja. Sebelumnya saya berpikir bahwa liburan penting untuk diselipkan dalam kegiatan kita yang sibuk, namun jika liburan tersebut juga terulang beberapa kali. Lama - lama liburan itu juga membosankan. Liburan diganti dengan hiburan, seperti membaca komik, bermain game, atau hal - hal yang menghibur lainnya. Namun jika kegiatan itu dilakukan berulang - ulang lama - lama kesenangan yang saya dapatkan semakin berkurang dan saya memerlukan waktu yang lebih banyak melakukan kegiatan menghibur itu untuk waktu yang lebih lama agar bisa kembali "fresh". Jadi bagaimana biar ketika saya tetap bosan, saya masih bisa memaksa tubuh saya untuk tetap mel

Ucapkan Selamat Tinggal kepada Bidang Telekomunikasi

Project terakhir

Siang itu saya melihat sebuah email masuk, seakan tidak percaya saya melanjutkan kegiatan membaca saya seperti tidak ada apa - apa.

Keesokan harinya saya berupaya untuk bertanya - tanya kepada teman, mungkin saja email tersebut memang benar adanya. Padahal tempat kantor saya bekerja, terkenal yang paling mengayomi terhadap para karyawannya yang memulai karir telekomunikasinya di sini. Istilahnya, ada ikatan kekeluargaan. Namun teman saya menjawab memang benar adanya, karena dia juga mendapatkan email yang sama. Tidak ada perpanjangan kontrak kerja untuk kami berdua.


Sekejap dunia terasa lebih gelap, lebih suram, dan lebih berat. Langsung panik, bagaimana ya cara saya membayar tagihan kartu kredit bulan ini? Saya memiliki dua kali tagihan kartu kredit setiap bulannya, tagihan awal bulan sebesar 22 juta dan akhir bulan sebesar 16.5 juta rupiah. 

"Bisa dibacok pihak bank ini..." Pikirku membatin.

Tentu saja gaji dari kantorku ini tidak akan cukup membayar jumlah tagihan tersebut, saya memiliki sumber dana yang lain. Namun saya sudah memasukkan jumlah gaji saya untuk membayar tagihan tersebut. Maklum, panik karena baru saja menyadari saya tidak akan lagi bekerja. Saya yang baru saja selesai membaca buku "The Subtle Art of not giving a f*ck" mulai mempraktekkan salah satu isinya. Yup... saya yang biasanya menyikapi segala hal dengan menyaring hal negatif dan hanya menerima sisi baiknya saja, mulai menanggapi pemecatan tidak langsung ini dengan mengikutsertakan perasaan negatif, meresapi keadaan ini seutuhnya. Tanggapan dalam diri saya, yang biasanya saya menolak tanggapan negatif dan hanya menerima tanggapan positif seperti "yah gpp lah dipecat, lagian juga ada...." Saya pun mulai menerima tanggapan negatif. Kemudian saya menghabiskan sisa hari dengan perasaan negatif, seperti pusing, stres, sedih, dan lainnya.

Hari berikutnya saya mulai membenci kantor saya. Mengapa mereka tega melakukan ini kepadaku? Apa mereka tidak melihat kerja kerasku selama ini? Uniknya dengan perasaan negatif, mereka bisa membesar dengan sangat cepat. Rasa sedih cepat sekali berubah menjadi depresi, Kesal menjadi benci dan marah. Sulit sekali untuk menjadi positif. Sisa hari dijalani dengan pikiran marah dan depresi, hanya sedikit halaman buku yang saya baca, benar - benar kurang produktif.

Keesokan paginya, saya mulai memaksa diri untuk terus membaca buku yang sedang kubaca. Sulit sekali untuk fokus memahami apa yang tertulis di buku ketika pikiran kita sedang depresi. Namun ada salah satu kalimat di dalam buku tersebut menyadarkan saya yang intinya untuk segera menanyakan apa yang benar - benar saya inginkan, alih - alih menyalahkan segala hal selain diri sendiri. Jadi saat itu saya benar - benar menanyakan kepada diri sendiri, 

Apa yang saya inginkan? Lalu muncul pertanyaan kedua, 

Apakah pekerjaan ini memang benar - benar saya inginkan? Tentu saja tidak, saya menginginkan kehidupan bebas finansial dan bebas waktu, pekerjaan ini sungguh menyita waktu saya dan saya mengerjakannya dengan tidak bahagia. Bagaimana tidak? Hal pertama yang dilakukan ketika bangun tidur adalah membuka laptop dan melihat email yang masuk, apakah ada yang terlewat atau tidak, apakah ada email penting yang masuk menanyakan perihal pekerjaan atau tidak, apa tanggapan dari pihak lain tentang email yang saya kirimkan tengah malam lalu. Lalu melanjutkan pekerjaan saya membuat laporan hingga tengah malam berikutnya.

Jadi apa yang saya inginkan? pertanyaan tersebut merubah cara berpikir saya, dan saya menjawabnya, saya menginginkan kehidupan yang bebas finansial dan bebas waktu, oleh karena itu saya membutuhkan sebuah skill yang tidak bisa saya dapat di dalam bidang pekerjaan ini. Apakah pekerjaan ini dapat memenuhi keinginan saya? Tentu saja tidak. Lalu apa yang saya sedihkan?

Di dalam pesan buku tersebut juga menjelaskan untuk terus berusaha menjadi proaktif. Seperti kata Viktor Frankl, ada satu kebebasan kita yang tidak bisa direnggut oleh siapapun juga, kebebasan untuk memilih sikap dalam situasi apapun.

Saya pun memutuskan untuk tidak melanjutkan pekerjaan di bidang telekomunikasi, karena memang tidak cocok dengan saya. Rasa benci dan depresi sudah hilang, sekarang tinggal harapan dan semangat untuk memperoleh skill yang ingin saya pelajari selanjutnya. Saya pun bisa mengucapkan semoga kita berdua (saya dan kantor) dapat sukses.

Komentar